Kasus
Enron
Enron merupakan perusahaan dari
penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston
Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak
dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas
bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi.
Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading
commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.
Kasus Enron mulai terungkap pada bulan
Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat
luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga
saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika,
Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh
dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan
perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang
hampir sebesar US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Enron masih ada sekarang dan
mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat persiapan-persiapan untuk
penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron muncul dari kebangkrutan
pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar dan paling
rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan
dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja. Jeffrey Skilling
menjelaskan kebangkrutan Enron disebabkan terganggunya proses bisnis akibat
credit rating perusahaan menurun pada November 2001. Hal ini dikarenakan
sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai investasi untuk melakukan
perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik, maka tidak akan
ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating
investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya
tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang
sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya
sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan
karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak
tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi
ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai
ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk, 2007).
Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga eksternal juga
ikut bertanggung jawab terjadinya kasus tersebut. Diantaranya;
1.
Auditor
Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi
terbesar) adalah kantor akuntan Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan
pemeriksaan dan memberikan kesaksian apakah laporan keuangan Enron memenuhi
GAAP (generally accepted accounting practices). Andersen, disewa dan dibayar
oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk Enron, dimana hal ini melebihi
wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen mengalami konflik
kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta untuk biaya
audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2.
Konsultan hukum
Konsultan
hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron. Konsultan
hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi,
struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan
Andersen, saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas
ilegal Enron, konsultan hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan
informasi yang lengkap, khususnya tentang kepemilikan di SPEs.
3.
Regulator
Enron
sebagai perusahaan yang melakukan perdagangan di pasar energi diawasi oleh
Federal Energy Regulatory Commission (FERC), akan tetapi FERC tidak melakukan
pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron melakukan aktivitasnya
dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4.
Pasar ekuitas
Sebagai
perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan tetapi
dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau
melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada
testimoni yang dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur
Andersen). Sedangkan NYSE mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di
NYSE. Berbeda dengan SEC, NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.
5.
Pasar hutang
Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan
membutuhkan sebuah nilai rating. Sehingga Enron membayar Standard & Poors
serta Moody’s untuk memberikan nilai rating. Rating ini dibutuhkan untuk
sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan diperdagangkan di pasar. Yang
menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan analisis sebatas
pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan aktivitas
keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa
total hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah
manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan
adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan
ekuitas baru. Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar
dari ekuitas baru. Karena akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang
oleh pemegang saham. Pilihan menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat
utang yang tinggi menyebabkan rating Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating
yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman, dkk, 2007). Andrew Fastow
bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan dalam jasa
keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang
bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca,
mengurangi tekanan akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal
ini dapat mendatangkan dana tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru.
Kedua; memperoleh pendapatan untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall
Street. SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham tresuri,
(2) ekuitas dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga
yang tidak berhubungan, (3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada
pada sisi kanan neraca SPEs, akan tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk
membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan harga saham SPEs berkaitan dengan
harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham Enron ter-apresiasi.
Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron ter-depresiasi
(Eiteman, dkk, 2007). Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar saham
pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron
Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa
6 lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan
dengan SPEs dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi
peringatan Sherron Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah
tsunami di Enron. Harga sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang
menyebabkan Enron bangkrut (Velasquez, 2006).Pada Bulan Februari 2002, Sherron
Watkins dipanggil oleh DPR untuk menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas
akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron Watkins menjelaskan semua permasalahan
tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki sebagai courageous whistleblower
(Velasquez, 2006).
Runtuhnya
Enron
Enron Corporation adalah “pencakar
langit” dalam dunia bisnis Amerika, sama seperti Gedung World Trade Center yang
menjulang tinggi di kota New York. Mirip Tragedi WTC, Enron menguap jadi debu
saat perusahaan itu menyatakan diri bangkrut pada 30 November 2001 lalu,
kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis Amerika sepanjang masa. Enron
dipandang sukses menyulap diri dari sekadar perusahaan pipanisasi gas alam di
Negara Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa global dalam beberapa tahun
terakhir. Dia membeli perusahaan air minum di Inggris dan membangun pembangkit
listrik swasta di India. Konsep bisnisnya yang visioner dan futuristik membuat
dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall Street. Harga sahamnya terus
meroket. Akhir 1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap akan mengubah
wajah bisnis energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi e-commerce itu
membeli gas, air minum dan tenaga listrik dari produsen dan menjualnya kepada
pelanggan atau distributor besar. Enron bahkan memperluas wilayah, membangun
jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi serta bertekad menjual bandwidth
jaringan itu seperti dia menjual gas dan listrik. Setelah itu mungkin dia akan
jual-beli online untuk kertas daur ulang pabrik miliknya. Tak lama setelah dia
memasuki bisnis jasa video-on-demand dimana menjual tayangan video kepada
pelanggan via sambungan internet kecepatan tinggi, harga saham Enron mencapai
puncaknya, US$ 90 per lembar, pada Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama
jatuhnya saham-saham teknologi dan internet lain, nilai pasar Enron masih
berkisar US$ 60 milyar.
Pada Oktober 2001 Enron menjatuhkan
bom di Wall Street dengan melaporkan kerugian ratusan juta dolar pada kwartal
itu. Sangat mengejutkan karena Enron hampir selalu membawa berita gembira ke
lantai bursa dengan melaporkan keuntungan selama empat tahun berturut-turut.
Kabar buruk itu membanting harga saham Enron dari sekitar US$ 30 menjadi US$ 10
per lembar, hanya dalam hitungan hari. Securities Exchange Commission (SEC),
badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak beres dan mulai menggelar
penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan bom lebih dahsyat lagi ke
lantai bursa ketika pada 8 November 2001 mengakui bahwa keuntungannya selama
ini adalah fiksi belaka. Enron merevisi laporan keuangan lima tahun terakhir
dan membukukan kerugian US$ 586 juta serta tambahan catatan utang sebesar US$
2,5 miliar. Namun, pada akhir November 2001, Enron sedikit bisa bernafas lega
ketika Dynegy Inc, pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya
dalam sebuah kesepakatan merger. Harapan itu tak berumur lama. Dynegy mundur
setelah Enron makin kehilangan kepercayaan investor dan rating kreditnya jatuh
ke titik terendah-berstatus “junk-bond”. Ketika tak kurang seperempat milyar
lembar sahamnya dipertukarkan di lantai bursa, harga Enron meluncur ke dasar
jurang. Saham Enron yang pada Agustus 2000 masih berharga US$ 90 per lembar,
terjerembab jatuh hingga tidak lebih dari US$ 45 sen. Akhirnya pada tanggal 2
Desember 2001 Enron menyerah dan mengajukan petisi bangkrut.
Kejatuhan Enron ternyata mengundang
tanya dan rasa curiga yang besar bagi kalangan publik. Dalam proses pengusutan
sebab-sebab kebangkrutannya, belakangan Enron dicurigai telah melakukan praktek
window dressing. Manajemen Enron telah menggelembungkan (mark up) pendapatannya
US$ 600 juta, dan menyembunyikan utangnya sejumlah US$ 1,2 milliar. Manipulasi
ini telah berlangsung bertahun-tahun, sampai Sherron Watskin, salah satu
eksekutif Enron yang tak tahan lagi terlibat dalam manipulasi itu, mulai
“berteriak” melaporkan praktek tidak terpuji itu. Keberanian Watskin inilah
yang membuat semuanya menjadi terbuka.
Sejak akhir tahun 2000, ketika harga
saham Enron di posisi puncak, para eksekutif menjual saham yang mereka miliki
dengan total nilai US$ 1,1 milyar. Selama empat tahun terakhir, Kenneth L. Lay,
presiden komisaris sekaligus direktur Enron diperkirakan meraup untung US$ 205
juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk karyawan dan
investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming laporan
keuangan yang menjanjikan tapi palsu. Bahkan pada 26 September 2001, ketika
harga saham jatuh menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur
karyawan untuk tidak menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam
e-mail yang dikirimkan kepada para karyawan yang risau, dia mengatakan
perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan bahwa harga saham Enron
“luar biasa murah” dalam posisi itu. Namun, hanya beberapa pekan kemudian,
Enron melaporkan kerugian yang bermuara pada kebangkrutannya. Para karyawan tak
bisa menjual saham mereka sampai semuanya sudah terlambat, Enron kehilangan
nilai sama sekali.
Proses pengusutan juga membuahkan
suatu penemuan yang menarik, yaitu kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan
dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma
audit Arthur Andersen. Pada tanggal 12 Oktober 2001 Arthur Andersen menerima
perintah dari para pengacara Enron untuk memusnahkan seluruh materi audit,
kecuali berkas-berkas yang paling dasar. Kini, Arthur Andersen menghadapi
berbagai tuntutan di pengadilan. Diperkirakan tak kurang dari $ 32 miliar harus
disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada para pemegang saham Enron
yang merasa dirugikan karena auditnya yang tidak becus. Ratusan mantan karyawan
yang marah juga sudah melayangkan gugatan kepada Andersen. Di luar itu,
otoritas pasar modal dan hukum Amerika Serikat pasti akan memberi sanksi berat
jika tuduhan malapraktek itu terbukti. Belakangan, salah satu mantan petinggi
Enron, Cliff Baxter tewas bunuh diri karena tak tahan menghadapi tekanan
bertubi-tubi.
Selain penghancuran dokumen,
terungkap pula adanya kemitraan Enron dengan perusahaan “kosong”, seperti
Chewco dan JEDI. Perusahaan dengan nama yang terkesan main-main (Chewco dan
JEDI adalah karakter dalam Star Wars) ini membuat para eksekutif Enron yang
mengemudikannya kaya raya, dan Enron membuat pembukuan off balance sheet atas
kerugian ratusan juta dolar sehingga tersembunyi dari mata investor dan pihak
lain.
Komplikasi skandal ini bertambah,
karena belakangan diketahui banyak sekali pejabat tinggi gedung putih dan
politisi di Senat Amerika Serikat yang pernah menerima kucuran dana politik
dari perusahaan ini. Tujuh puluh persen senator, baik dari Partai Republik
maupun Partai Demokrat, pernah menerima dana politik. Menurut Center for
Responsive Politics, Lay dan istrinya, Linda, menyumbang 86.470 dollar AS ke
Partai Republik. Perusahaan Enron dan karyawannya menyumbang 3 juta dollar AS
kepada Partai Republik periode 1998-2002 dan 1,1 juta dollar AS untuk Demokrat.
Dalam Komite yang membidangi energi, 19 dari 23 anggotanya juga termasuk yang
menerima sumbangan dari perusahaan itu. Sementara itu, tercatat 35 pejabat
penting pemerintahan George W. Bush merupakan pemegang saham Enron yang telah
lama merupakan perusahaan publik. Dalam daftar perusahaan penyumbang dana
politik, Enron tercatat menempati peringkat ke-36, dan penyumbang peringkat
ke-12 dalam penggalangan dana kampanye Bush. Lembaga bernama The Center for
Public Integrity menyatakan Lay telah menyumbang 139.500 dollar AS untuk
kampanye politik George W Bush selama bertahun-tahun. Sumbangan Lay itu adalah
bagian dari 602.000 dollar AS sumbangan karyawan Enron atas berbagai kampanye
politik Bush. Selain itu, Lay dan istrinya menyumbang 100.000 dollar AS ketika
Bush dilantik sebagai Presiden AS pada tahun 2001.
Penulis dan aktivis demokrasi di AS,
Greg Palast, mengungkapkan bahwa George Bush pernah menempatkan Pat Wood (orang
kepercayaan Lay) sebagai pihak yang ditugasi meneliti kecurangan Enron.
Hasilnya, Pat Wood tidak melakukan apa pun. Palast menambahkan, Enron pernah
menggunakan sekitar 500.000 dollar AS dana pensiunan milik Negara Bagian
Florida. Dana-dana itu sudah lenyap dari catatan pembukuan Enron. Semua itu
bisa terjadi karena Jeb Bush (adik George Bush) adalah Gubernur Negara Bagian
Florida. Akibat pertalian semacam itu, banyak orang curiga pemerintahan Bush
dan para politisi telah dan akan memberikan perlakuan istimewa, baik dalam
bisnis Enron selama ini maupun dalam proses penyelamatan perusahaan itu.
Dampak
Keruntuhan Enron
Keruntuhan perusahaan energi Enron
cukup banyak berdampak bagi dunia bisnis internasional. Akibat kebangkrutan
Enron pada tahun 2001 sedikitnya 4.000 karyawan kehilangan pekerjaan. Kolapsnya
Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya yang telah mengucurkan
milyaran dolar (JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor terbesarnya).
Para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan juga dirugikan karena simpanan
hari tua mereka yang musnah. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan 20.000
karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tanpa nilai.
Banyak lembaga keuangan
internasional juga ikut menderita kerugian akibat bangkrutnya Enron, sehingga
membuat mereka semakin berhati-hati dalam membidik peluang investasi. Perusahaan-perusahaan
yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal diharuskan memenuhi persyaratan
pembeberan (disclosure) yang luar biasa ketat.
Kasus Enron juga melatarbelakangi
munculnya Sarbanes Oxley. Sarbanes Oxley adalah nama lain dari undang-undang reformasi
perlindungan investor (The Company Accounting Reform and Investor Protection
Act of 2002) yang ditandatangani George Bush bulan Juli tahun 2002 lalu. Banyak
yang menyebutkan bahwa undang-undang ini adalah reaksi keras regulator AS
terhadap kasus Enron pada akhir tahun 2001. Inti utama dari undang-undang ini
adalah upaya untuk lebih meningkatkan pertanggungjawaban keuangan perusahaan
publik (good corporate governance). Undang-undang ini berpengaruh signifikan
terhadap manajemen perusahaan publik, akuntan publik (auditor), dan pengacara
yang berparaktek di pasar modal. Mengingat sifatnya yang sangat ketat dan
berdampak luas, undang-undang ini terbilang kontroversial dan menjadi polemik
hingga sekarang.
Arthur Andersen LLP (member di
Amerika Serikat) yang dianggap ikut bersalah dalam kebangkrutan Enron juga
terkena imbasnya. Member Arthur Andersen di beberapa negara seperti, Jepang dan
Thailand, telah membuat kesepakatan merger dengan KPMG, Australia dan Selandia
Baru dengan Ernst & Young, dan Spanyol dengan Deloitte Touche Tohmatsu. Di
Amerika sendiri, aktivitas seluruh member Andersen dibekukan pemerintah.
Akibatnya, menurut Asian Wall Street Journal klien-klien Andersen LLP beralih
ke berbagai auditor. Antara lain Delotte and Touche (10 persen), KPMG (11
persen), PriceWaterhouseCooper (20 persen), dan Ernst & Young (28 persen).
Dan yang berpindah ke auditor-auditor kecil lainnya atau mengaku belum tahu
berpindah kemana sebanyak 40 persen. Masih banyak lagi hal-hal yang dipengaruhi
oleh keruntuhan Enron, seperti munculnya trauma dalam bursa saham terhadap efek
domino skandal Enron. Hal ini membuat para investor mengurangi aktivitasnya di
bursa saham sehingga gairah bursa dunia menjadi lesu.
Kesimpulan
Enron dan KAP Arthur Andersen sudah
melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya
dan bukan untuk dilanggar. Yang menyebabkan kebangkrutan dan keterpurukan pada
perusahaan Enron adalah Editor, Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan
akuntansi terbesar) yang merupakan kantor akuntan Enron. Keduanya telah bekerja
sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik
pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal
dari dalam perusahaan enron. Enron telah melanggar etika dalam bisnis dengan
tidak melakukan manipulasi-manipulasi guna menarik investor. Sedangkan Arthur
Andersen yang bertindak sebagai auditor pun telah melanggar etika profesinya
sebagai seorang akuntan. Arthur Andersen telah melakukan “kerjasama” dalam memanipulasi
laporan keuangan enron. Hal ini jelas Arthur Andersen tidak bersikap
independent sebagaimana yang seharusnya sebagai seorang akuntan.